Membangun ekonomi dengan prinsip syariah
Pada zaman orde baru dulu mungkin semua orang bangga akan kondisi perekonomian di negara kita yang berjalan dengan stabil. Namun lama kelamaan kestabilan itu di nodai dengan maraknya praktek KKN di negara kita,sehingga menghancurkan kestabilan ekonomi itu sendiri. Banyak bank di negara kita ini terancam terlikuidasi karena melonjaknya nilai tukar rupia terhadap dollar. Belum lagi bank konvensional yang banyak menerapkan sistem bunga yang terakumulasi dengan lamanya seorang nasabah bekerjasama dengan bank tersebut. Bank kecil yang tidak mempunyai banyak dana mungkin akan langsung terlikuidasi. Untuk itulah diperlukanya sistem syariah agar dapat menopang dan membangun perekonomian yang dinamis. Setelah berakhirnya masa orde baru tersebut bank yang banyak bertahan adalah bank yang menggunakan prinsip syariah. Tentu sekarang kita ketahui sudah banyak bank syariah seperti: bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri,BNI syariah,dll. Hal itu terjadi karena dalam prinsip syariah tidak mengenal sistem bunga,tapi yang di kenal disini adalah sistem mudharabah yakni sitem bagi hasil keuntungan dari bank syariah tersebut. Jadi anda tidak perlu cemas akan sistem riba yang di tawarkan oleh bank konvensional lainya. Dalam Al-quran dan Hadist banyak disinggung tetang masalah riba yang dapat mendatangkan mudarat ( malapetaka) bagi manusia yang memakanya. Untuk itu mulailah dari hari ini kita jauhkan kehidupan kita dari segala aktivitas ribawi.
Kamis, 18 November 2010
Membangun ekonomi dengan prinsip syariah
Membangun ekonomi dengan prinsip syariah
Pada zaman orde baru dulu mungkin semua orang bangga akan kondisi perekonomian di negara kita yang berjalan dengan stabil. Namun lama kelamaan kestabilan itu di nodai dengan maraknya praktek KKN di negara kita,sehingga menghancurkan kestabilan ekonomi itu sendiri. Banyak bank di negara kita ini terancam terlikuidasi karena melonjaknya nilai tukar rupia terhadap dollar. Belum lagi bank konvensional yang banyak menerapkan sistem bunga yang terakumulasi dengan lamanya seorang nasabah bekerjasama dengan bank tersebut. Bank kecil yang tidak mempunyai banyak dana mungkin akan langsung terlikuidasi. Untuk itulah diperlukanya sistem syariah agar dapat menopang dan membangun perekonomian yang dinamis. Setelah berakhirnya masa orde baru tersebut bank yang banyak bertahan adalah bank yang menggunakan prinsip syariah. Tentu sekarang kita ketahui sudah banyak bank syariah seperti: bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri,BNI syariah,dll. Hal itu terjadi karena dalam prinsip syariah tidak mengenal sistem bunga,tapi yang di kenal disini adalah sistem mudharabah yakni sitem bagi hasil keuntungan dari bank syariah tersebut. Jadi anda tidak perlu cemas akan sistem riba yang di tawarkan oleh bank konvensional lainya. Dalam Al-quran dan Hadist banyak disinggung tetang masalah riba yang dapat mendatangkan mudarat ( malapetaka) bagi manusia yang memakanya. Untuk itu mulailah dari hari ini kita jauhkan kehidupan kita dari segala aktivitas ribawi.
Pada zaman orde baru dulu mungkin semua orang bangga akan kondisi perekonomian di negara kita yang berjalan dengan stabil. Namun lama kelamaan kestabilan itu di nodai dengan maraknya praktek KKN di negara kita,sehingga menghancurkan kestabilan ekonomi itu sendiri. Banyak bank di negara kita ini terancam terlikuidasi karena melonjaknya nilai tukar rupia terhadap dollar. Belum lagi bank konvensional yang banyak menerapkan sistem bunga yang terakumulasi dengan lamanya seorang nasabah bekerjasama dengan bank tersebut. Bank kecil yang tidak mempunyai banyak dana mungkin akan langsung terlikuidasi. Untuk itulah diperlukanya sistem syariah agar dapat menopang dan membangun perekonomian yang dinamis. Setelah berakhirnya masa orde baru tersebut bank yang banyak bertahan adalah bank yang menggunakan prinsip syariah. Tentu sekarang kita ketahui sudah banyak bank syariah seperti: bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri,BNI syariah,dll. Hal itu terjadi karena dalam prinsip syariah tidak mengenal sistem bunga,tapi yang di kenal disini adalah sistem mudharabah yakni sitem bagi hasil keuntungan dari bank syariah tersebut. Jadi anda tidak perlu cemas akan sistem riba yang di tawarkan oleh bank konvensional lainya. Dalam Al-quran dan Hadist banyak disinggung tetang masalah riba yang dapat mendatangkan mudarat ( malapetaka) bagi manusia yang memakanya. Untuk itu mulailah dari hari ini kita jauhkan kehidupan kita dari segala aktivitas ribawi.
system economy syariah
EROPA SERUKAN SISTEM ISLAM HADAPI KRISIS KEUANGAN
Sebuah majalah ekonomi terbesar di Eropa mengajak negara-negara sekuler (negara yang memisahkan antara agama dari kehidupan) untuk menerapkan sistem Islam dalam bidang ekonomi sebagai solusi manjur dalam menepis dampak dari sistem kapitalis pasar dan bisnis yang tidak riil.
Dengan berani dan tegas, Rolan Laskin, pemimpin majalah ‘Jurnal finansial’ itu dalam pembukaanya di edisi minggu tersebut mengungkapkan mendesaknya penerapan konsep islam di bidang ekonomi dan keuangan, untuk menyudahi krisis yang menghantui dunia karena karena permainan spekulasi yang tidak riil dan tidak dibenarkan.
Laskin memaparkan dalam tulisannya, “Kehancuran yang digali oleh sistem kapitalis, dan mendesaknya pembahasan terhadap alternatif pengganti untuk menyelamatkan krisis. Dengan lugas ia menawarkan runtutan dan tahapan penerapan sistem islam, meskipun langkah ini tidak sesuai dengan tradisi dan keyakinan agam di Eropa.”
Semenjak beberapa tahun sebelumnya para pemikir dan pelaku ekonomi di Barat sudah memberi warning akan bahayanya sistem Kapitalis Liberal yang bertumpu pada spekulasi dan bukan bisnis riil. Mereka sudah menyerukan adanya kajian dan pembahasan solusi pengganti dari sistem itu dan ternyata solusi ada pada islam!
Pertanyaannya, Bagaimana para penulis dan pemerhati di Eropa menilai secara obyektif dalam rangka beralih ke hukum-hukum islam dalam bidang ekonomi? Dan apakah ini merupakan keseriusan cara pandang ekonomi Eropa dalam menangani krisis selama ini?
(sumber: dakwatuna.com)
Sebuah majalah ekonomi terbesar di Eropa mengajak negara-negara sekuler (negara yang memisahkan antara agama dari kehidupan) untuk menerapkan sistem Islam dalam bidang ekonomi sebagai solusi manjur dalam menepis dampak dari sistem kapitalis pasar dan bisnis yang tidak riil.
Dengan berani dan tegas, Rolan Laskin, pemimpin majalah ‘Jurnal finansial’ itu dalam pembukaanya di edisi minggu tersebut mengungkapkan mendesaknya penerapan konsep islam di bidang ekonomi dan keuangan, untuk menyudahi krisis yang menghantui dunia karena karena permainan spekulasi yang tidak riil dan tidak dibenarkan.
Laskin memaparkan dalam tulisannya, “Kehancuran yang digali oleh sistem kapitalis, dan mendesaknya pembahasan terhadap alternatif pengganti untuk menyelamatkan krisis. Dengan lugas ia menawarkan runtutan dan tahapan penerapan sistem islam, meskipun langkah ini tidak sesuai dengan tradisi dan keyakinan agam di Eropa.”
Semenjak beberapa tahun sebelumnya para pemikir dan pelaku ekonomi di Barat sudah memberi warning akan bahayanya sistem Kapitalis Liberal yang bertumpu pada spekulasi dan bukan bisnis riil. Mereka sudah menyerukan adanya kajian dan pembahasan solusi pengganti dari sistem itu dan ternyata solusi ada pada islam!
Pertanyaannya, Bagaimana para penulis dan pemerhati di Eropa menilai secara obyektif dalam rangka beralih ke hukum-hukum islam dalam bidang ekonomi? Dan apakah ini merupakan keseriusan cara pandang ekonomi Eropa dalam menangani krisis selama ini?
(sumber: dakwatuna.com)
adab dalam masjid
ADAB DI DALAM MASJID
1. Sebelum memasuki masjid (rumah Allah), kita diperintahkan agar memakai pakaian yang baik, bersih, sopan dan sesuai aturan syara. Allah Swt. berfirman : “Hai anak Adam, pakailah pakaian yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (QS Al-Araf [7] : 31).
2. Anggota badan dalam keadaan suci dan mempunyai wudhu, serta disunnahkan memakai wangi-wangian.
3. Ketika menjelang memasukinya, hendaknya hati dalam keadaan tawajjuh kepada Allah dan diawali dengan ucapan ta’awudz, shalawat, istighfar kemudian langkahkan kaki kanan sambil mengucapkan do’a “Allaahummaftahlil abwaaba rahmatika” (Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu).
4. Setiap memasuki masjid berniat untuk I’tikaf dengan tujuan mencari ridho Allah, kemudian shalat sunat Tahiyyatul Masjid dua raka’at.
5. Ketika berada di dalam masjid, maka amalan dan ucapan harus sesuai dengan yang disyariatkan dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti da’wah ilallah, belajar dan mengajar ilmu Islam, shalat fardhu berjamaah di awal waktu, membaca Al-Qur’an, dzikrullah, membersihkan dan mengharumkan masjid, atau membicarakan hal-hal yang bermanfaat.
6. Amalan penting lainnya yaitu: mengadakan musyawarah untuk menghidupkan amalan Masjid Nabawi (amalan masjid ketika zaman Rasulullah SAW. dan para sahabatnya, yakni da’wah, ta’lim wa ta’allum, ibadah, khidmat, dll.)
7. Bila ada yang sedang menunaikan shalat, maka jika kita membaca Al-Qur’an atau berdzikir hendaknya jangan sampai mengganggu orang yang shalat; dan jika adzan berkumandang maka dengarkan dengan penuh perhatian dan menjawabnya.
8. Apabila kita hendak istirahat ataupun makan-minum di dalam masjid, hendaknya diniatkan kembali sedang I’tikaf dan gunakan alas supaya tidak mengotori masjid, serta penuhi adab-adabnya (adab tidur, adab makan/minum, dsb.)
9. Hal-hal yang dimakruhkan di dalam masjid yaitu : bau-bauan yang tidak sedap baik dari mulut maupun dari anggota badan lainnya, serta dilarang merokok.
10. Hal-hal yang diharamkan di dalam masjid yaitu : berjual-beli, mengumumkan barang yang hilang dan tinggal di dalam masjid dalam keadaan junub (hadats besar).
11. Amalan-malan lain yang dilarang lainnya : membicarakan hal-hal keduniaan, hal yang sia-sia, gaduh/berteriak, berlari, terbuka aurat, menjadikan masjid sebagai jalan lintasan, mengotori, dan meludah.
12. Bila hendak keluar masjid maka langkahkan kaki kiri dahulu dan ucapkan do’a : “Allaahumma inni as-aluka min fadhlika” (Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari karunia-Mu).
Kemudian mengenakan alas kaki dengan mendahulukan kaki kanan, dengan membaca Bismillah.
1. Sebelum memasuki masjid (rumah Allah), kita diperintahkan agar memakai pakaian yang baik, bersih, sopan dan sesuai aturan syara. Allah Swt. berfirman : “Hai anak Adam, pakailah pakaian yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (QS Al-Araf [7] : 31).
2. Anggota badan dalam keadaan suci dan mempunyai wudhu, serta disunnahkan memakai wangi-wangian.
3. Ketika menjelang memasukinya, hendaknya hati dalam keadaan tawajjuh kepada Allah dan diawali dengan ucapan ta’awudz, shalawat, istighfar kemudian langkahkan kaki kanan sambil mengucapkan do’a “Allaahummaftahlil abwaaba rahmatika” (Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu).
4. Setiap memasuki masjid berniat untuk I’tikaf dengan tujuan mencari ridho Allah, kemudian shalat sunat Tahiyyatul Masjid dua raka’at.
5. Ketika berada di dalam masjid, maka amalan dan ucapan harus sesuai dengan yang disyariatkan dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti da’wah ilallah, belajar dan mengajar ilmu Islam, shalat fardhu berjamaah di awal waktu, membaca Al-Qur’an, dzikrullah, membersihkan dan mengharumkan masjid, atau membicarakan hal-hal yang bermanfaat.
6. Amalan penting lainnya yaitu: mengadakan musyawarah untuk menghidupkan amalan Masjid Nabawi (amalan masjid ketika zaman Rasulullah SAW. dan para sahabatnya, yakni da’wah, ta’lim wa ta’allum, ibadah, khidmat, dll.)
7. Bila ada yang sedang menunaikan shalat, maka jika kita membaca Al-Qur’an atau berdzikir hendaknya jangan sampai mengganggu orang yang shalat; dan jika adzan berkumandang maka dengarkan dengan penuh perhatian dan menjawabnya.
8. Apabila kita hendak istirahat ataupun makan-minum di dalam masjid, hendaknya diniatkan kembali sedang I’tikaf dan gunakan alas supaya tidak mengotori masjid, serta penuhi adab-adabnya (adab tidur, adab makan/minum, dsb.)
9. Hal-hal yang dimakruhkan di dalam masjid yaitu : bau-bauan yang tidak sedap baik dari mulut maupun dari anggota badan lainnya, serta dilarang merokok.
10. Hal-hal yang diharamkan di dalam masjid yaitu : berjual-beli, mengumumkan barang yang hilang dan tinggal di dalam masjid dalam keadaan junub (hadats besar).
11. Amalan-malan lain yang dilarang lainnya : membicarakan hal-hal keduniaan, hal yang sia-sia, gaduh/berteriak, berlari, terbuka aurat, menjadikan masjid sebagai jalan lintasan, mengotori, dan meludah.
12. Bila hendak keluar masjid maka langkahkan kaki kiri dahulu dan ucapkan do’a : “Allaahumma inni as-aluka min fadhlika” (Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari karunia-Mu).
Kemudian mengenakan alas kaki dengan mendahulukan kaki kanan, dengan membaca Bismillah.
adab dalam masjid
ADAB DI DALAM MASJID
1. Sebelum memasuki masjid (rumah Allah), kita diperintahkan agar memakai pakaian yang baik, bersih, sopan dan sesuai aturan syara. Allah Swt. berfirman : “Hai anak Adam, pakailah pakaian yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (QS Al-Araf [7] : 31).
2. Anggota badan dalam keadaan suci dan mempunyai wudhu, serta disunnahkan memakai wangi-wangian.
3. Ketika menjelang memasukinya, hendaknya hati dalam keadaan tawajjuh kepada Allah dan diawali dengan ucapan ta’awudz, shalawat, istighfar kemudian langkahkan kaki kanan sambil mengucapkan do’a “Allaahummaftahlil abwaaba rahmatika” (Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu).
4. Setiap memasuki masjid berniat untuk I’tikaf dengan tujuan mencari ridho Allah, kemudian shalat sunat Tahiyyatul Masjid dua raka’at.
5. Ketika berada di dalam masjid, maka amalan dan ucapan harus sesuai dengan yang disyariatkan dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti da’wah ilallah, belajar dan mengajar ilmu Islam, shalat fardhu berjamaah di awal waktu, membaca Al-Qur’an, dzikrullah, membersihkan dan mengharumkan masjid, atau membicarakan hal-hal yang bermanfaat.
6. Amalan penting lainnya yaitu: mengadakan musyawarah untuk menghidupkan amalan Masjid Nabawi (amalan masjid ketika zaman Rasulullah SAW. dan para sahabatnya, yakni da’wah, ta’lim wa ta’allum, ibadah, khidmat, dll.)
7. Bila ada yang sedang menunaikan shalat, maka jika kita membaca Al-Qur’an atau berdzikir hendaknya jangan sampai mengganggu orang yang shalat; dan jika adzan berkumandang maka dengarkan dengan penuh perhatian dan menjawabnya.
8. Apabila kita hendak istirahat ataupun makan-minum di dalam masjid, hendaknya diniatkan kembali sedang I’tikaf dan gunakan alas supaya tidak mengotori masjid, serta penuhi adab-adabnya (adab tidur, adab makan/minum, dsb.)
9. Hal-hal yang dimakruhkan di dalam masjid yaitu : bau-bauan yang tidak sedap baik dari mulut maupun dari anggota badan lainnya, serta dilarang merokok.
10. Hal-hal yang diharamkan di dalam masjid yaitu : berjual-beli, mengumumkan barang yang hilang dan tinggal di dalam masjid dalam keadaan junub (hadats besar).
11. Amalan-malan lain yang dilarang lainnya : membicarakan hal-hal keduniaan, hal yang sia-sia, gaduh/berteriak, berlari, terbuka aurat, menjadikan masjid sebagai jalan lintasan, mengotori, dan meludah.
12. Bila hendak keluar masjid maka langkahkan kaki kiri dahulu dan ucapkan do’a : “Allaahumma inni as-aluka min fadhlika” (Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari karunia-Mu).
Kemudian mengenakan alas kaki dengan mendahulukan kaki kanan, dengan membaca Bismillah.
1. Sebelum memasuki masjid (rumah Allah), kita diperintahkan agar memakai pakaian yang baik, bersih, sopan dan sesuai aturan syara. Allah Swt. berfirman : “Hai anak Adam, pakailah pakaian yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (QS Al-Araf [7] : 31).
2. Anggota badan dalam keadaan suci dan mempunyai wudhu, serta disunnahkan memakai wangi-wangian.
3. Ketika menjelang memasukinya, hendaknya hati dalam keadaan tawajjuh kepada Allah dan diawali dengan ucapan ta’awudz, shalawat, istighfar kemudian langkahkan kaki kanan sambil mengucapkan do’a “Allaahummaftahlil abwaaba rahmatika” (Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu).
4. Setiap memasuki masjid berniat untuk I’tikaf dengan tujuan mencari ridho Allah, kemudian shalat sunat Tahiyyatul Masjid dua raka’at.
5. Ketika berada di dalam masjid, maka amalan dan ucapan harus sesuai dengan yang disyariatkan dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti da’wah ilallah, belajar dan mengajar ilmu Islam, shalat fardhu berjamaah di awal waktu, membaca Al-Qur’an, dzikrullah, membersihkan dan mengharumkan masjid, atau membicarakan hal-hal yang bermanfaat.
6. Amalan penting lainnya yaitu: mengadakan musyawarah untuk menghidupkan amalan Masjid Nabawi (amalan masjid ketika zaman Rasulullah SAW. dan para sahabatnya, yakni da’wah, ta’lim wa ta’allum, ibadah, khidmat, dll.)
7. Bila ada yang sedang menunaikan shalat, maka jika kita membaca Al-Qur’an atau berdzikir hendaknya jangan sampai mengganggu orang yang shalat; dan jika adzan berkumandang maka dengarkan dengan penuh perhatian dan menjawabnya.
8. Apabila kita hendak istirahat ataupun makan-minum di dalam masjid, hendaknya diniatkan kembali sedang I’tikaf dan gunakan alas supaya tidak mengotori masjid, serta penuhi adab-adabnya (adab tidur, adab makan/minum, dsb.)
9. Hal-hal yang dimakruhkan di dalam masjid yaitu : bau-bauan yang tidak sedap baik dari mulut maupun dari anggota badan lainnya, serta dilarang merokok.
10. Hal-hal yang diharamkan di dalam masjid yaitu : berjual-beli, mengumumkan barang yang hilang dan tinggal di dalam masjid dalam keadaan junub (hadats besar).
11. Amalan-malan lain yang dilarang lainnya : membicarakan hal-hal keduniaan, hal yang sia-sia, gaduh/berteriak, berlari, terbuka aurat, menjadikan masjid sebagai jalan lintasan, mengotori, dan meludah.
12. Bila hendak keluar masjid maka langkahkan kaki kiri dahulu dan ucapkan do’a : “Allaahumma inni as-aluka min fadhlika” (Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari karunia-Mu).
Kemudian mengenakan alas kaki dengan mendahulukan kaki kanan, dengan membaca Bismillah.
pembagian Riba
PEMBAGIAN RIBA
Riba dari segi bahasa artinya (lughat), artinya merupakan tambahan atau kelebihan. Dalam ilmu fiqih dikenal 3 (tiga ) jenis riba, yaitu :
1. Riba Fadl/riba buyu, yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mistlan bi mistlin), sama kuantitasnya (sawa-an bi sawa-in), dan sama waktu penyerahan (yadan bi yadin). Pertukaran ini mengandung gharar (ketidakjelasan) bagi kedua pihak akan nilai masing-masing barang dipertukarkan. Dalam perbankan konvensional riba fadl dapat ditemui dalam jual beli valuta asing yang tidak dilakukan dengan cara tunai (spot).
2. Riba Nasi’ah/riba duyun, yaitu riba yang timbul akibat hutang-piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman). Riba ini muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudiaan. Transaksinya mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban. Dalam perbankan konvensional riba nasi’ah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan, dan giro.
3. Riba Jahiliyah, yaitu hutang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman, karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan. Dalam perbankan konvensional dapat ditemui dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit.
Sumber PKES : Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah
Riba dari segi bahasa artinya (lughat), artinya merupakan tambahan atau kelebihan. Dalam ilmu fiqih dikenal 3 (tiga ) jenis riba, yaitu :
1. Riba Fadl/riba buyu, yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mistlan bi mistlin), sama kuantitasnya (sawa-an bi sawa-in), dan sama waktu penyerahan (yadan bi yadin). Pertukaran ini mengandung gharar (ketidakjelasan) bagi kedua pihak akan nilai masing-masing barang dipertukarkan. Dalam perbankan konvensional riba fadl dapat ditemui dalam jual beli valuta asing yang tidak dilakukan dengan cara tunai (spot).
2. Riba Nasi’ah/riba duyun, yaitu riba yang timbul akibat hutang-piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman). Riba ini muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudiaan. Transaksinya mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban. Dalam perbankan konvensional riba nasi’ah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan, dan giro.
3. Riba Jahiliyah, yaitu hutang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman, karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan. Dalam perbankan konvensional dapat ditemui dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit.
Sumber PKES : Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah
RIBA
PENDAPAT ULAMA TENTANG BUNGA
Para ulama telah sepakat bahwa bunga bank haram hukumnya karena tergolong ke dalam riba, hal ini seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadist yang intinya : “Allah swt dan Rasulullah melaknat orang-orang yang memakan riba”.
Beberapa alasan mengapa bunga menjadi dilarang dalam Islam, diantaranya adalah :
1. Bunga (interest), sebagai biaya produksi yang telah ditetapkan sebelumnya cendrung menghalangi terjadinya lapangan kerja penuh (full employment)
[M.A Khan, 1986 ; Ahmad, 1952 ; Mannan, 1986].
2. Krisis-Krisis moneter Internasional terutama disebabkan oleh institusi yang memberlakukan bunga [M.A.Khan, 1986].
3. Siklus-siklus bisnis dalam kadar tertentu dinisbahkan kepada fenomena bunga [Ahmad 1952; Su’ud, 1980].
4. Teori ekonomi modern yang berbasis bunga ini belum mampu memberikan justtifikasi terhadap eksistensi bunga [Khan dan Mirakhor, 1992].
Dalam Al-Qur’an dan Hadist, dinyatakan bahwa penarikan bunga adalah tinfakan pemerasan dan tidak adil sehingga tidak sesuai dengan gagasan Islam tentang keadilan dan hak-hak milik :
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....”
(QS AL-BAQARAH : 275)
Sumber PKES : Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah
Sharia Economics Forum
Para ulama telah sepakat bahwa bunga bank haram hukumnya karena tergolong ke dalam riba, hal ini seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadist yang intinya : “Allah swt dan Rasulullah melaknat orang-orang yang memakan riba”.
Beberapa alasan mengapa bunga menjadi dilarang dalam Islam, diantaranya adalah :
1. Bunga (interest), sebagai biaya produksi yang telah ditetapkan sebelumnya cendrung menghalangi terjadinya lapangan kerja penuh (full employment)
[M.A Khan, 1986 ; Ahmad, 1952 ; Mannan, 1986].
2. Krisis-Krisis moneter Internasional terutama disebabkan oleh institusi yang memberlakukan bunga [M.A.Khan, 1986].
3. Siklus-siklus bisnis dalam kadar tertentu dinisbahkan kepada fenomena bunga [Ahmad 1952; Su’ud, 1980].
4. Teori ekonomi modern yang berbasis bunga ini belum mampu memberikan justtifikasi terhadap eksistensi bunga [Khan dan Mirakhor, 1992].
Dalam Al-Qur’an dan Hadist, dinyatakan bahwa penarikan bunga adalah tinfakan pemerasan dan tidak adil sehingga tidak sesuai dengan gagasan Islam tentang keadilan dan hak-hak milik :
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....”
(QS AL-BAQARAH : 275)
Sumber PKES : Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah
Sharia Economics Forum
economy syariah
PENDAPAT ULAMA TENTANG BUNGA
Para ulama telah sepakat bahwa bunga bank haram hukumnya karena tergolong ke dalam riba, hal ini seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadist yang intinya : “Allah swt dan Rasulullah melaknat orang-orang yang memakan riba”.
Beberapa alasan mengapa bunga menjadi dilarang dalam Islam, diantaranya adalah :
1. Bunga (interest), sebagai biaya produksi yang telah ditetapkan sebelumnya cendrung menghalangi terjadinya lapangan kerja penuh (full employment)
[M.A Khan, 1986 ; Ahmad, 1952 ; Mannan, 1986].
2. Krisis-Krisis moneter Internasional terutama disebabkan oleh institusi yang memberlakukan bunga [M.A.Khan, 1986].
3. Siklus-siklus bisnis dalam kadar tertentu dinisbahkan kepada fenomena bunga [Ahmad 1952; Su’ud, 1980].
4. Teori ekonomi modern yang berbasis bunga ini belum mampu memberikan justtifikasi terhadap eksistensi bunga [Khan dan Mirakhor, 1992].
Dalam Al-Qur’an dan Hadist, dinyatakan bahwa penarikan bunga adalah tinfakan pemerasan dan tidak adil sehingga tidak sesuai dengan gagasan Islam tentang keadilan dan hak-hak milik :
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....”
(QS AL-BAQARAH : 275)
Sumber PKES : Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah
Sharia Economics Forum
Para ulama telah sepakat bahwa bunga bank haram hukumnya karena tergolong ke dalam riba, hal ini seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadist yang intinya : “Allah swt dan Rasulullah melaknat orang-orang yang memakan riba”.
Beberapa alasan mengapa bunga menjadi dilarang dalam Islam, diantaranya adalah :
1. Bunga (interest), sebagai biaya produksi yang telah ditetapkan sebelumnya cendrung menghalangi terjadinya lapangan kerja penuh (full employment)
[M.A Khan, 1986 ; Ahmad, 1952 ; Mannan, 1986].
2. Krisis-Krisis moneter Internasional terutama disebabkan oleh institusi yang memberlakukan bunga [M.A.Khan, 1986].
3. Siklus-siklus bisnis dalam kadar tertentu dinisbahkan kepada fenomena bunga [Ahmad 1952; Su’ud, 1980].
4. Teori ekonomi modern yang berbasis bunga ini belum mampu memberikan justtifikasi terhadap eksistensi bunga [Khan dan Mirakhor, 1992].
Dalam Al-Qur’an dan Hadist, dinyatakan bahwa penarikan bunga adalah tinfakan pemerasan dan tidak adil sehingga tidak sesuai dengan gagasan Islam tentang keadilan dan hak-hak milik :
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....”
(QS AL-BAQARAH : 275)
Sumber PKES : Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah
Sharia Economics Forum
Langganan:
Postingan (Atom)